Korupsi di Indonesia sudah membudaya. Korupsi seakan telah menjadi sebuah budaya dalam kehidupan sebagian masyarakat di Tanah Air Akibatnya, perilaku korup pun telah dianggap menjadi sesuatu yang biasa. Padahal, perlahan namun pasti, korupsi dapat menghancurkan bangsa dan negara ini. Sejarah telah membuktikan, betapa sebuah negara yang korup akan musnah ditelan zaman.
Fenomena korupsi telah merongrong nilai-nilai kerja keras, kebersamaan, tenggangrasa, dan belaskasih di antara sesama warga bangsa Indonesia. Korupsi menciptakan manusia Indonesia yang easy going, apatisme terhadap nasib dan penderitaan sesama khususnya rakyat kecil yang tidak sempat untuk menikmati atau memiliki kesempatan untuk korupsi. Meskipun korupsi bukanlah sebuah lapangan pekerjaan baru. Singkatnya tindakan korupsi seolah-olah bukanlah sebuah lagi sebuah tindakan yang diharamkan oleh agama manapun sebab kenderungan korupsi telah merasuki hati semua orang.
Mari’e Muhammad(Mantan Menteri Keuangan pada Kabinet Pembangunan VI pada masa Pemerintahan Orde Baru) mengatakan bahwa tindakan korupsi di Indonesia menjadi sebuah budaya. Mungkin banyak orang yang menyetujui dan memiliki pemahaman yang sama dengan Mari’e. Sejauhmana korupsi itu bisa dikatakan sebagai sebuah budaya? Apakah pernyataan Mari’e di atas jika ditelaah secara filosofis bisa dibenarkan? Apakah korupsi yang membudaya itu tidak bisa dikikis oleh nilai-nilai kebudayaan lain seperti agama, etika politik yang baik dan lain-lain?
Pengertian Korupsi dan Kebudayaan
Korupsi berasal dari kata corrupti(Latin) yang berarti busuk, rusak atau dalam bentuk kata kerja corrumpere yang berarti menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Menurut Transparency International, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur : perbuatan melawan hukum; penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana; memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); penggelapan dalam jabatan; pemerasan dalam jabatan; ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara); menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara). Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.
Dengan demikian korupsi merupakan tindakan seorang pejabat publik untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya. Tindakan itu justeru merugikan pihak lain atau umum(negara). Pejabat publik melakukan tindakan korupsi dengan sebuah kesadaran yang dilatarbelakangi oleh keinginannya untuk membahagiakan dirinya atau kelompoknya. Masalah korupsi telah lama menimpa bangsa Indonesia.
Kebudayaan memiliki beranekaragam pengertian bergantung pada sudut pandang masing-masing individu untuk menemukan sebuah pemahaman. Misalnya pertama, menurut Iris Varner dan Linda Beamer, kebudayaan adalah pandangan yang koheren tentang sesuatu: dasar hidup manusia, sikap mereka terhadap lingkungannya. Kedua, kebudayaan juga diartikan sebagai totalitas dari sesuatu yang dipelajari yang muncul dalam tingkah laku. Ketiga, kebudayaan merupakan pandangan hidup dari sekelompok orang dalam bentuk perilaku, kepercayaaan, nilai dan simbol-simbol yang akan diteruskan dari generasi ke generasi. Keempat, kebudayaan terdiri dari pola-pola yang eksplisit dan implisit yang kemudian tercermin dalam simbol-simbol: tingkah laku, karya seni, dan lain-lain.
Korupsi sebagai Budaya?
Franz Magnis-Suseno mengemukakan hubungan antara korupsi dan nilai-nilai kebudayaan. Korupsi dapat dicari penyebabnya dalam nilai-nilai budaya tradisonal yang berkembang di masyarakat atau negara itu. Selanjutnya dia memberikan dua nilai budaya yang menunjang terjadinya korupsi yaitu personalistik dan rasa kekeluargaan, dan pengaruh feodalisme. Nilai personalistik dan feodalisme tertanam kuat dalam kebudayaan masyarakat tertentu maka konsekuensinya korupsi yang ada dalam masyarakat itu akan tertanam kuat juga dan sulit untuk dihilangkan. Nilai kekeluargaan dan kekerabatan yang menjadi nilai yang sungguh kental dalam masyarakat Indonesia. Rasa kekeluargaan yang tinggi melahirkan perilaku korupsi di Indonesia seperti perilaku Soeharto dan keluarganya. Meskipun pada akhirnya Magnis-Suseno juga membantah pendapatnya sendiri bahwa pengembalian korupsi pada nilai-nilai budaya korupsi merupakan sebuah bentuk rasionalisasi. Sebab korupsi juga terjadi di zaman modern ini(nilai-nilai modern telah berkembang). Namun Ia menganggap nilai-nilai tradisional hanya menentukan bentuk dan pola dari korupsi itu.
Namun para ahli filsafat, kebudayaan memiliki aspek normatif dan pembinaan nilai serta realisasi cita-cita hidup manusia. Kebudayaan pada hakekatnya melekat dalam hakekat dan eksistensi dari manusia itu. Kebudayaan juga mencerminkan sifat esensi dari manusia yang melampaui batas-batas ruang dan waktu, yang tidak terikat pada sejarah dan tempat. Jadi secara filosofis, nilai-nilai sebagai yang khas dari manusia merupakan inti dari sebuah kebudayaan. Nilai-nilai yang diperjuangkan dan dipertahankan oleh manusia menjadi sebuah kebudayaan baik bagi individu itu secara personal maupun kelompoknya. Kemudian usaha untuk merealisasikan cita-cita yang nampak dalam cara, strategi, jalan untuk mewujudkan cita-cita itu sendiri. Dengan demikian kebudayaan dalam arti filosofis sangat luas dan mulia.
Kesimpulan
Pernyataan korupsi sebagai sebuah kebudayaan tetap menjadi sebuah pernyataan yang melahirkan dua pandangan yang berbeda. Ada pihak yang mengatakan bahwa tindakan korupsi merupakan sebuah budaya dan ada juga yang menentang hal ini. Namun perbedaan pendapat ini didasarkan pada pemahaman kebudayaan yang berbeda-beda pula. Korupsi bisa di lihat sebagai sebuah kebudayaan jika kebudayaan memiliki diartikan sebagai sebuah tingkah laku yang terus diwariskan dari generasi ke generasi, sebuah kebiasaan yang terus terpelihara dalam masyarakat baik secara pribadi maupun kelompok yang besar seperti seperti bangsa Indonesia. Namun secara filosofis, korupsi di satu pihak bukanlah sebuah kebudayaan sebab korupsi sungguh bertentangan dengan nilai dan unsur kebudayaan itu sendiri dan di pihak lain korupsi dapat dikatakan sebuah kebudayaan jika meneliti motif dari korupsi itu sendiri. Nilai kebahagiaan yang merupakan hal yang mendasar dari manusia itu sendiri merupakan motif di balik tindakan korupsi itu.
Tema : Manusia & Kebudayaan
Sumber : Perkantasjatim.org